Wednesday, July 16, 2008

Bisnis Kaos

It's started on Monday morning, July 14...tepatnya H-12 menjelang perhelatan akbar alumni se-Universitas Indonesia, Homecoming Day 2008. Disingkat HCD, acara ini akan diselenggarakan di Kampus UI Depok, nonstop Sabtu-Minggu (26-27 Juli 2008) yang akan datang.

Seorang senior saya, Om Iyoes - Teknik Sipil UI'78, mengusulkan pembuatan kaos kolektif bagi para alumni FT agar bisa kompak beramai-ramai tampil beda dibandingkan dengan peserta reuni dari fakultas-fakultas yang lain. Berhubung saya di kantor sedang idle (assignment lama sudah beres, padahal belum dapat handover kerjaan baru dari petugas yang mengerjakannya saat ini), jadilah ajakan iseng ini saya tanggapi.

Bukan "bisnis" baru buat saya, sebenarnya. Lima belas tahun yang lalu, saat baru diterima kuliah di Elektro FTUI, saya dan beberapa teman berbelanja kaos ke Tanah Abang untuk keperluan seragam mahasiswa baru pada kegiatan MABIM (masa awal bimbingan, periode "perkenalan" antara junior dengan para seniornya di Teknik). Harganya waktu itu, kalau tidak salah, Rp.2,500/buah. Pernah juga saya membantu pembuatan kaos ILUNI Teknik untuk digelar pada saat acara Dies Natalis dan Wisuda UI, Februari 2004.

SUPPLIER SELECTION

Langkah pertama, bertanya ke Mbah Google. Mengetik "polo shirt lacoste bordir komputer" ternyata menghasilkan 180 entry dari world wide web. Dari sana saya mendapatkan harga "POLO SHIRT LACOSTE Bordir 2 warna, ukuran 5x5 cm 2 lusin Rp 38.000", selain beberapa model yang bagus-bagus dari www.pakaian-seragam.com.

Pencarian dipertajam, mengetik "polo shirt lacoste bordir komputer jakarta" hasilnya hanya 71 entry. Satu demi satu website saya kunjungi, akhirnya ada 5 calon supplier yang saya temukan dan kelihatannya cukup reliable (gile ye...seharian tuh hari Senin, gue browsing melulu).

Yang memiliki tampilan situs paling profesional dengan pelayanan pelanggan yang cukup menyakinkan adalah www.kabajak.com (punya blog juga di http://promokaos.blogspot.com/). Sayangnya minimum order  = 100 potong. Untuk pemesanan dalam jumlah yang sedikit, harganya Rp.90,000/potong.

Ada yang menawarkan harga cukup murah, namun jadi mahal juga begitu saya minta bahannya berwarna kombinasi (dua warna biru dan kuning), ditambah tulisan "BRIGADE 04, Tiada Kata Jera Dalam Perjuangan" yang cukup panjang itu di bagian belakang.

Telpon yang kelima akhirnya mempertemukan saya dengan supplier yang harganya cukup bagus (Rp.50,000 untuk partai kecil), sehingga saya mulai menawarkannya di milis alumni_ftui@yahoogroups.com.

Saya minta pihak konveksi untuk datang ke kantor saya, di keesokan harinya (Selasa siang), dengan membawa contoh kaos seragam yang pernah mereka kerjakan dengan menggunakan bahan "lacoste" yang saya inginkan. Ternyata yang dibawa adalah kaos biru donker untuk Magister Akuntansi UI, bahannya cukup halus dan tebal. Then we had a deal, saya berikan mereka CD berisi logo HCD dan gambar desain kaosnya.

ORDER PROCESSING

Yang menakjubkan, sesuatu yang tadinya iseng ternyata berkembang menjadi serius. Dalam dua hari, total pesanan sudah mencapai 60 pcs alias lima lusin. Ini adalah jumlah minimal yang biasanya dipatok oleh konveksi untuk mendapatkan harga ekonomis. Terus naik hingga akhirnya jumlah total menjadi lebih dari 20 lusin pada saat "lapak virtual" ini ditutup.

Yang tadinya saya catat sederhana, "1. Om Iyoes, 2. Om Zainil, ukuran = M (1)...dst" akhirnya terpaksa harus dibuatkan database MS Excel agar mudah rekapitulasi dan kontrolnya.

Saya juga berhasil meminta mereka untuk juga membuatkan kaos berukuran kecil dengan desain mirip (tapi lebih lucu) untuk anak-anak, total pesanannya sih hanya 25 potong saja.

DELIVERY MANAGEMENT

Sebagian pemesan meminta kaosnya dikirim ke alamat masing-masing (kantor maupun rumah), saya sanggupi dengan tambahan ongkos kirim Rp.10,000 (sebenarnya ongkos TIKI berapa ya?). Tapi kayaknya kalau keluar negeri bakalan lebih mahal ongkos kirimnya deh, terbukti Ade temen sekelas di E'93 minta dikirim ke Singapore ternyata ongkosnya Rp.82,000 he...he...he...

Untungnya sangat terbantu oleh Sulton, office boy di Sekretariat ILUNI UI yang cukup cerdas dalam mengerjakan proses pengiriman (dari penentuan kaos yang mana untuk dikirim ke alamat mana, pembungkusan dan penempelan delivery sheet, hingga membawanya ke TIKI Raden Saleh yang buka 24 jam).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROCESS EVALUATION

Sebagian besar pemesan kaos akhirnya memang mengambilnya di booth ILUNI UI pada saat HCD berlangsung. Namun cukup terjadi kekisruhan, terutama karena disebabkan gagalnya tim konveksi untuk menyelesaikan seluruh pesanan pada waktu yang saya minta.

Berikut evaluasi saya terhadap keseluruhan proses:

1. MANAGING MY CUSTOMERS
Dalam hal ini, saya gagal. Maunya mengakomodir kebutuhan banyak orang, akhirnya malah terjebak dan jadi mumet sendiri dengan 14 ukuran/potongan kaos (S, M, M body fit, M lengan panjang, M body fit lengan panjang, L, L body fit lengan panjang, L lengan panjang, XL, XL lengan panjang, XXL, XXL lengan panjang, XXXL, XXXL lengan panjang)

Ada 3 macam bordir di bagian belakang untuk masing-masing ukuran/potongan di atas: "BRIGADE 04" saja, atau "Tiada Kata Dalam Perjuangan" saja, atau komplit dengan kedua frase, atau bagian belakang kaosnya malah polos sama sekali.

Belakangan muncul pula permintaan kaos untuk ukuran anak-anak, belum lagi opsi pengambilan pesanan: Dikirim ke alamat masing-masing, atau diambil ke Menara Mulia (kantor saya), atau minta diantar ke KPPTI (maaf, untuk Bang John Sihar...ternyata saya nggak sempat mengantarkannya sendiri ke sana), atau dititipkan di Salemba (di Sekretariat ILUNI UI maupun Sekretariat ILUNI FT), atau diambil di Depok pada hari-H (bisa di hari Sabtu, bisa juga Minggu).

It's possible, but damn hard. Moral of the story: Lain kali cukup sediakan 6 ukuran saja (S, M, L, XL, XXL, XXXL), dan tidak ada pilihan untuk pola bordirnya. Sistem distribusi juga mesti diputuskan dari awal, misalnya ditetapkan harga Rp.60,000 sudah termasuk ongkos kirim (walaupun ternyata terjadi subsidi silang, ongkos TIKI hanya Rp.5,000 untuk business area di tengah kota Jakarta namun menjadi Rp.26,000 untuk tujuan Bontang dengan berat kiriman yang sama).

2. MANAGING THE SUPPLIER
Terus terang, dalam pembuatan kaos ini, saya sama sekali TIDAK melakukan proses paling penting dalam project implementation: PLANNING. Penerimaan pesanan tetap dilayani sampai saat H-4 menjelang HCD. Idealnya, karena acara direncanakan 26-27 Juli 2008, maka seharusnya semua kaos sudah siap distribusi paling lambat Selasa (22 Juli 2008). Dengan demikian, saya punya waktu di hari Rabu untuk pengiriman sehingga bisa sampai tujuan paling lambat di hari Jumat.

Dari segi ini, saya gagal habis-habisan. Rabu dini hari (23 Juli 2008), hanya selesai 10 kaos yang ukurannya semua M, itupun ternyata reject = 2 potong. Sampling error rate nya sudah out of tolerance, padahal belum aplikasi MIL STD (military standard) apalagi six sigma. Rabu siang bertambah 39 potong lagi, paling tidak saya bisa mulai mencicil kiriman via TIKI (19 alamat) itu pun tanpa size XL ke atas. Sepanjang hari Kamis, saya tunggu di Salemba, mereka akhirnya nongol pukul 2:30 Jumat dini hari, hanya membawa 32 pcs lagi.

Menyerah, terpaksa memohon maaf sebesar-besarnya kepada yang meminta kaos dikirim, karena kalaupun diproses Jumat pagi itu maka kemungkinan akan telat sekali dan akhirnya tidak bisa digunakan di hari Sabtu. Saya minta kerelaannya untuk mengambil di stand ILUNI UI.

Sabtu keesokan harinya di lokasi HCD, ternyata mereka juga gagal memenuhi target saya sehingga akhirnya baru sampai sekian puluh potong lagi selewat pukul 15:00, pada saat saya sedang asyik menikmati outbound games di lapangan rotunda, kampus UI Depok.

Di hari terakhir HCD barulah proses pengiriman dari supplier ini bisa dianggap selesai, sekitar 80 pcs saya terima pukul 9:30 pagi, maka 1-2 jam berikutnya dihabiskan dengan menandai setiap bungkus plastik kaos menggunakan label yang sudah saya siapkan sejak hari Senin sebelumnya.

3. QUALITY CONTROLLING
Mulailah ketahuan bahwa telah terjadi kekacauan. Sampling error, saya menemukan beberapa kaos yang reject (misalnya robek pada saat produksi, kurang jahitan, atau benang tidak rapi) tapi tidak menerapkan red tagging yang ketat.

Dengan segala keterbatasan, saya berusaha memeriksa satu demi satu kaos itu, that explained why those plastic bags jadi lecek semua. Belum lagi terkadang pemisahan tulisan yang terbordir di bagian belakang (klasifikasi a la seiri nya "five S") dari si konveksi tidak begitu dapat diandalkan. It was really spiral out of my control.

Belum lagi pada saat pembagian kaos anak, baru ketahuan bahwa labelnya sangat tidak bisa diandalkan. Ada kaos yang berlabel L ternyata ukurannya lebih kecil daripada M. Akibatnya, tidak bisa dipakai.

THE SUPPLIER'S PROBLEMS

Konveksinya milik Hendrik, Yossep, Anjar, ketiganya mahasiswa/alumni FEUI. Tidak ada masalah pada saat pembelanjaan bahan dan pemotongan (yang boleh dibilang dikerjakan langsung oleh mereka sendiri). Namun proses bordir ternyata dikerjakan oleh pihak lain mengingat mesinnya berharga cukup mahal. Pihak inilah yang terlambat sekali dalam proses kerjanya, akibat salah komunikasi. Hendrik dkk (sesuai dengan keinginan saya) merencanakan semua pesanan selesai pada Sabtu pagi, sementara di tukang bordir beranggapan bahwa proses bordirnya yang harus selesai Sabtu pagi. Jadilah pada hari Kamis (24 Juli 2008) mereka kalang kabut karena setelah dibordir masih ada proses penjahitan dan pemasangan kancing yang cukup memakan waktu.

Keterangan di atas saya peroleh saat bertemu dengan Anjar di Sekretariat ILUNI UI, Jumat malam (1 Agustus 2008) untuk mengembalikan sisa kaos yang tidak sesuai pesanan (untuk diganti, terutama kaos anak-anak berukuran L yang kekecilan semua itu).

Terharu juga mendengar kisah mereka nyaris tidak tidur tiga hari tiga malam. Penjahitnya ada yang bilang, "Pak, kita minta izin tidur sebentar dong...barang tiga jam aja deh..."

Ya salah mereka sendiri sih, mis-management pada saat proses pembordiran itu. Konon si tukang bordir tidak akan mereka beri order lagi.

PENUTUP

Buat saya, ini "proyek gagal". Sebenarnya sih bukan "gagal habis-habisan" tapi memang kurang memuaskan. Om Iyoes bilang, "Des, belajar itu ada dua cara...cara murah dan cara mahal. Desi dapet pembelajaran yang sangat amat murah...selamat ya Des..."

Yup, I've learnt a lot...

GREAT INPUTS FROM MY VALUED CUSTOMERS

Masukan berharga dari Mas Adhi:

Des,

Sekedar masukan aja karena kayaknya belum disebut dalam lesson learned di blog-nya Desi, yaitu soal managing user expectation. Sebetulnya bagian dari point no 1 (managing my customer) kali ya, yaitu sebagai orang yg di tengah antara customer & supplier juga menyediakan 'spare'  untuk user expectation.

Maksudnya, disediakan ruang yg cukup antara schedule delivery dari supplier sama janji ke customer, harga order ke supplier dgn harga jual ke customer, ukuran2 kaos, warna, bordir dll yg bisa dikerjakan supplier dgn yg bisa dipesan oleh customer. Sehingga tidak ada salahnya kalau ukuran, warna, bordiran yg bisa diorder dibatasi variannya, harga dinaikkan sedikit (ini termasuk murah lho!), schedule delivery ke customer dilambatkan dst.

Saya sangat surprise bahwa Desi sendirian bisa mengorganize ukuran yg bervariasi dari anak2 sampai orang dewasa, harga yg relatif rendah & delivery yg cepat, termasuk bahwa setiap order dipackaging dgn 'shipping document' yg lengkap. Wuah, kebayang deh effort & overhead di pihak Desi sendiri. Luar biasa.

Dengan adanya spare tsb,  mudah2an  kelambatan dari pihak supplier,  biaya yg tekor, waktu pribadi Desi sendiri yg tersita bisa diakomodir tanpa mengurangi expectacy user (karena sudah dikondisikan dari awal).

Dari Tuwuh:

Sebagai pihak perantara memang ada resiko yang ditanggung di luar hitungan laba rugi, yakni kehilangan kepercayaan dari pelanggan, dan yang lebih parahnya lagi adalah kehilangan nama baik atau bahkan putus hubungan dengan pelanggan/calon pelanggan.

Saya sendiri menggolongkan diri dalam kategori pemesan dengan jangka waktu panjang  :) Bagi saya nilai dari kaosnya bukan sebagai pakaian untuk dikenakan pada event tertentu, melainkan sebagai buah kerjasama rekan2 alumni  FTUI tercinta yang didasari niat luhur dan semangat belajar berbisnis  ^_^ .

Peristiwa seperti ini merupakan bagian dari proses belajar dalam pengembangan bisnis. Kalau orang2 yang terlibat bisa mengambil pelajaran yang ada maka dalam proses2 berikutnya akan bisa lebih baik lagi.

Sebagaimana proses perkuliahan dulu, kalau ada mata kuliah wajib yg saya tidak bisa lulus, pilihan yg ada adalah mengambil lagi dan lagi di kesempatan berikut sambil berdoa semoga lulus (atau sampai mata kuliah tersebut tidak lagi diwajibkan hehehe).

Umumnya bila kita menghadapi masalah dengan supplier (misalnya kapasitas produksinya tidak memenuhi quota minimum ), maka akan dicari supplier tambahan untuk mengisi gap yang kurang . Kalau memungkinkan hal tersebut untuk dilakukan barangkali rekan2 yang punya link ke konveksi bisa bantu? Setahu saya Agustina E'98 istrinya Teguh E'97 juga punya bisnis konveksi deh, secara dia sudah buka penjualan di web www.rumahmuslimah.com (please CMIIW). Tapi kalau tidak memungkinkan untuk split order ya mudah2an rekan2 yg lain termasuk Uni sendiri bisa bersabar menghadapi godaan dan cobaan yang merintang di jalan.