Monday, April 27, 2009

Jalan-jalan ke Palembang




Alif sudah lama tidak melakukan perjalanan ke luar kota, sejak terakhir kali kami ke Bali (Desember 2007), bundanya sering ditagih, "...kapan dong kita naik pesawat lagi?"

Jadilah bulan lalu (7-9 Maret 2009) kami jalan-jalan ke Palembang. Tiket pesawat di-booking 2 minggu sebelumnya (Batavia Air, pulang-pergi = Rp.804,000 per orang), begitu juga dengan penginapan (Hotel Sandjaja, Rp.355,000 per malam).

HARI PERTAMA

Perjalanan lancar, take off dari Soekarno-Hatta sesuai jadwal (17:20 WIB) dan 45 menit kemudian pun mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II.

Ternyata sekarang di bandara sudah ada taksi berargo (bukan lagi hanya tersedia omprengan seperti dulu) yang dikelola oleh koperasi karyawan setempat. Dengan biaya tunggu Rp.6,000 ditambah biaya argo, total sekitar Rp.60,000 untuk mencapai pusat kota Palembang.

Kami menginap di Hotel Sadjaja, hotel yang sudah cukup tua dan terkenal, pada zamannya pernah menjadi yang termewah sebelum jaringan hotel internasional (Novotel, Aston, dll) memasuki kota ini beberapa tahun terakhir.

HARI KEDUA

Setelah Alif selesai berenang di pagi hari, kami naik angkutan dalam kota (disebut angkot, kalau di Jakarta) dari depan hotel hingga ke kawasan pusat kota. Di Palembang, kendaraan umum ini disebut oplet, berwarna berbeda berdasarkan trayeknya. Kunjungan pertama naik "oplet kuning" (trayek Sekip, Rp.2,000 per orang) itu adalah ke Museum Perjuangan Rakyat (MONPERA) yang terletak berseberangan jalan dengan Masjid Agung.

Berjalan kaki sedikit, kami tiba di tepian Sungai Musi, di pelataran Benteng Kuto Besak yang sering kali menjadi lokasi pementasan musik. Lokasi yang menarik, wisatawan bisa berfoto-foto dengan latar belakang Jembatan Ampera. Terdapat peta lokasi-lokasi wisata se-propinsi Sumatera Selatan, juga ada papan tarif angkutan air bagi yang berminat mengarungi sungai dengan perahu wisata.

Dengan tarif Rp.100,000 (pulang-pergi) kami menyewa speedboat menuju Pulau Kemaro. Perjalanan selama 15 menit (sekali jalan) terasa singkat karena banyaknya pemandangan. Ada masjid yang dibangun tepat di pinggir sungai sehingga terlihat terapung, kapal-kapal besar milik Pertamina atau Pupuk Sriwijaya sedang berlabuh. Pulau yang konon ramai dikunjungi masyarakat keturunan Cina (2 minggu sebelumnya dalam rangka Cap Go Meh), siang itu terlihat sepi. Setelah berfoto-foto sebentar, diiringi dengan ucapan "Semoga Panjang Umur" yang terukir di pintu gerbang, kami kembali ke kawasan Benteng Kuto Besak.

Naik oplet kembali menuju hotel, kami melewati SMPN 2 Palembang tempat saya menuntut ilmu dulu (tahun 1986-1989). Berjuta kenangan pernah ada di sini, masa ABG yang seru dengan teman-teman yang tak terlupakan.

Sorenya, saya "berburu" songket dan kain jumputan di Pasar Ilir Barat II. Harganya cukup mahal, Rp.900,000 untuk kualitas sedang, namun saya yakin tetap akan jauh lebih murah daripada membelinya di Jakarta. Konon akan lebih murah jika berbelanja di kawasan industri rumahan pembuatan songket di daerah Tangga Buntung, namun saya cukup puas telah mendapatkan beberapa helai yang warna dan jenis benang tenunnya bagus sekali.

HARI KETIGA

Pagi-pagi saya naik oplet merah (trayek Pal-Limo alias KM 5) menuju daerah tempat saya bersekolah SD dulu (tahun 1984-1986, setelah pindah dari Jambi). Tanya sana sini, beberapa orang yang saya temui tidak dapat memberikan petunjuk jalan ke arah SDN 60 dari jalan besar tempat saya turun dari oplet.

Akhirnya ada seorang ibu setengah baya yang menjelaskan, "Sekarang lah dak katek lagi SDN 60. Dulu memang, tapi mak ini lah jadi SDN 42. Terus bae ke sano, gek ado belok kiri di ujung tu ado sekolahannyo."

Ternyata, komplek sekolahan (yang seingat saya dulu ada 4 sekolah, yaitu SDN 59, SDN 60, dan 2 SD lagi yang saya lupa nomornya) itu sudah di-merger menjadi satu, yaitu SDN 42.

Karena hari itu adalah libur nasional (Maulid Nabi 1430 H), sekolah sepi. Namun tetap ada rasa hangat di hati melihat ruangan-ruangan kelas yang pastinya sangat sederhana untuk ukuran sekolah di Jakarta. Lebih bagus daripada sekolahnya Laskar Pelangi, namun lantai-lantai itu masih retak-retak seperti yang saya ingat. Halamannya masih tetap tanah dan pasti becek setiap kali sehabis hujan. Senangnya, terlihat ada beberapa bangunan baru yang bagus dan seluruh ruangan di sekolah ini diberi label dalam bahasa Inggris....setidaknya ada yang lebih moderen bagi murid-muridnya dibandingkan dengan yang saya dapatkan 25 tahun yang lalu.

Dari SD tercinta ini, saya naik ojek ke Museum Balaputera Dewa. Ternyata tutup, entah karena hari Senin itu libur atau memang belum dibuka karena saya tiba sebelum pukul 8:00 WIB. Tidak bisa masuk ke bagian dalam, saya cukup puas menikmati beberapa arca di halaman dan mengamati persiapan sebuah resepsi pernikahan di auditoriumnya.

Berjalan kaki menuju pangkalan oplet, ada beberapa spanduk caleg menjelang Pemilu 2009 yang cukup menggelitik. Kelihatannya norak jika dibandingkan dengan spanduk-spanduk yang bertebaran di seluruh kota yang dimiliki oleh caleg utama Partai Golkar, Dody Alex Nurdin yang putra gubernur Sumsel (kemarin saya sempat lihat dia berkeliling kota dengan bus kampanye berukuran sedang bercat kuning).

Kembali ke hotel, saya menemani Alif bermain-main air di kolam renang yang ternyata pagi itu dipadati pengunjung yang bukan penginap (karena memang dibuka untuk umum dengan tarif Rp.25,000 per orang).

Seusai sarapan, saya naik oplet menuju kawasan pertokoan Gaya Baru. Tujuan kali itu adalah membeli emas. Kota ini memang terkenal dengan kualitas emas yang baik, harganya di bulan Maret 2009 itu Rp.2,200,000 per suku (setara 6.7 gram). Masih ingat pelajaran sejarah bahwa dulu Pulau Sumatera disebut Swarna Dwipa (yang berarti "pulau emas")? Nah, nama kota ini berasal dari kata "pelimbangan" yang artinya tempat "melimbang" (mencari butiran-butiran emas dengan mengayak pasir sungai). Sampai sekarang, penduduk asli sana cenderung membahasakan kotanya sebagai "plembang".

Kembali ke Pasar Ilir Barat II, saya membeli beberapa oleh-oleh (kipas kecil dan tempat tisu berbahan songket, beberapa jenis perhiasan yang biasanya digunakan untuk menari, tutup kepala "tanjak" buat Alif, dll). Tidak lupa beberapa bungkus pempek panggang dan martabak berkuah kari.

Check out dari hotel pukul 15:00 WIB, kami menuju bandara naik taksi berargo yang dua hari sebelumnya kami tumpangi dari bandara (saya simpan nomor ponsel supirnya, Pak Abdullah). Singgah sebentar untuk menabur bunga dan berdoa di makam ayah saya di kawasan Taman Bunga (menjelang 1000 hari wafatnya beliau), pekuburan khusus purnawirawan TNI ini terlihat terawat dan tertata baik.

Sempat menunggu 4 jam karena pesawat kami terlambat datang akibat cuaca buruk di Jakarta, akhirnya pesawat kami datang dan membawa kembali ke ibukota.

Perjalanan yang terlalu singkat, banyak tempat yang belum kami kunjungi, lain waktu harus kembali lagi.

CATATAN
Menurut http://www.palembang.go.id/2007/?mod=12 ada objek-objek wisata berikut di Kota Palembang:
1. Benteng Kuto Besak
2. Museum SMB II
3. Jembatan Ampera
4. Pasar 16 Ilir
5. Masjid Lawang Kidul
6. Boom Baru
7. Kambang Koci
8. Kawah Tekurep
9. Guguk Jero Pager Plembang Lamo
10.Makam Sultan Agung
11.PT Pusri
12.Sabokingking
13.Makam Ki Gede Ing Suro
14.Benteng Kuto Gawang
15.Pulau Kemaro
16.Sungai Gerong dan Pertamina
17.Kamar Bola
18.Bagus Kuning
19.Kompleks Assegaff
20.Al Munawar dan Kapten Arab
21.Masjid Sungai Lumpur
22.Kelenteng Soei Goiat Kiong
23.Kampung Kapitan
24.Masjid Kiai Merogan
25.Kantor Ledeng
26.Pulau Seribu
27.Sungai Musi
28.Taman Hutan Wisata Punti Kayu
29.Bukit Siguntang
30.Masjid Agung
31.Masjid Al-Mahmudiyah (Masjid Suro)
32.Monpera
33.Museum Balaputra Dewa
34.Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS)
35.Rumah Limas
36.Rumah Rakit