Alhamdulillah, Saya Masih Bisa Memilih
Tadi pagi saya jalan kaki dari halte bus Komdak menuju kantor. Tepat di depan saya ada seorang laki-laki berusia 20 tahunan, juga berjalan kaki memasuki kawasan SCBD.
Sepatunya jelek sekali, bagian tumitnya sudah rusak. Celananya juga jelek, tidak disetrika rapi dan hitam kusam. Bajunya juga jelek, bagian kerah sudah compang camping, namun tersetrika rapi dan warna biru yang cemerlang menunjukkan mungkin itulah kemejanya yang terbaik. Dia menyandang tas ransel, kempis, dan pasti murahan.
Tiba-tiba saya jadi malu pada diri sendiri. Karena sejam sebelumnya, saat siap-siap berangkat bekerja, ternyata saya sibuk karena hal-hal yang remeh sekali.
1. Pakai baju apa ya? Mood-nya lagi pink, yang kemeja bermanset frills, atau yang baby doll berlengan puff, atau yang pink stripes?
2. Kalau atasannya pink, maka matching dengan celana panjang abu-abu. Yang editor pants, atau yang kemaren baru selesai dijahitkan?
3. Karena kemejanya pink dan celana panjangnya editor pants, maka kerudungnya pakai pink yang berbahan kaus dengan manik-manik batu, atau pink bersulam pita, atau pink polos lalu dipasangi bros sebagai aksen?
4. Brosnya yang mutiara air tawar, atau kupu-kupu berkristal Swarovski, atau multicolored stone?
5. Sepatunya open toes abu-abu (sewarna celana panjang), atau high heel boots (karena musim hujan), atau yang model bertali-tali (sehingga kalau kehujanan airnya nggak tertahan di dalam sepatu)? Yang jelas wedges putih kesayangan harus dilupakan karena jelek kalau kena becek.
6. Tasnya shoulder bag Elle (abu-abu juga nih), atau hand bag Guess (khan pink, biar matching sama baju), atau Marks & Spencer putih?
Sama malunya dengan bulan lalu curhat sama temen (sebelum pindah kerja ke kantor baru ini), "...sebel deh, HRD-nya keukeuh banget nego gaji sama gw..." dan dijawab, "Elo masih bisa nego ya Des? Gw mah masih digaji aja udah syukur. Dua plant udah stop operasi, tunjangan- tunjangan dihapus, bahkan level manager udah kena potongan 15%. Karyawan kontrak semuanya tidak dipekerjakan lagi, karyawan permanen harap-harap cemas akan di-PHK. Entah gimana gw bayar SPP semester depan dan cicilan KPR..."
Seandainya bisa memilih, temen saya juga pengen nego gaji. Tapi dia tidak punya pilihan, mencari pekerjaan di tempat lain juga sedang sulit karena resesi global ini. Terpaksa bertahan dengan seadanya sumber daya yang ada, berikhtiar sebaik mungkin, sambil berdoa semoga keadaan ekonomi nasional/global akan bertambah baik.
Mungkin laki-laki muda di depan saya tadi pagi juga tidak punya pilihan. Hanya itulah busana terbaik yang dia punya untuk dipakai berangkat bekerja. Mungkin pendidikannya yang rendah tidak memungkinkannya memilih pekerjaan yang berpenghasilan lebih besar, sehingga tidak cukup uangnya untuk berpenampilan lebih baik.
Saya selalu salut dengan laki-laki kekar yang mengusung seember minuman ke atas bis-bis seantero Jakarta, biasanya di terminal-terminal atau perempatan jalan. Tanpa lelah mereka membawa beberapa botol atau kaleng atau gelas minuman di dalam ember berisikan potongan-potongan es batu. Pastinya berat, dengan profit margin hanya sekitar Rp.20-30rb per hari.
Salut banget. Pilihan itu menunjukkan martabat sebagai laki-laki terhormat. Badan yang kekar dan tenaga yang kuat tidak digunakan untuk mencari nafkah dengan berbuat kejahatan yang pastinya lebih gampang mereka lakukan (dan pasti hasilnya jauh lebih banyak). Merampok, nodong, nyolong, dll khan bisa mendapatkan puluhan atau ratusan juta rupiah dalam sekali “kegiatan”?
Sama salutnya saya dengan laki-laki muda itu (then, for this whole day, I couldn’t take him out of my mind). Dia bekerja. Bukan seperti banyak laki-laki seumurnya yang (misalnya) masih manja kepada orang tua. Dibiayai untuk mendapatkan pendidikan yang mahal dan bergengsi, namun akhirnya malah berfoya-foya atau menghancurkan diri dengan narkoba.
Alhamdulillah, saya masih bisa memilih. Antara ke kantor naik busway, atau Patas AC 08, atau Patas AC 16, atau Patas AC 32. Tidak terbayang rasanya jadi rakyat Palestina, yang hanya bisa memilih: Mati mulia sebagai syahid di jalan jihad, atau…adakah pilihan lain buat mereka?
Ah…saya memang pengecut.