Thursday, January 15, 2009

Alhamdulillah, Saya Masih Bisa Memilih

Tadi pagi saya jalan kaki dari halte bus Komdak menuju kantor. Tepat di depan saya ada seorang laki-laki berusia 20 tahunan, juga berjalan kaki memasuki kawasan SCBD.

Sepatunya jelek sekali, bagian tumitnya sudah rusak. Celananya juga jelek, tidak disetrika rapi dan hitam kusam. Bajunya juga jelek, bagian kerah sudah compang camping, namun tersetrika rapi dan warna biru yang cemerlang menunjukkan mungkin itulah kemejanya yang terbaik. Dia menyandang tas ransel, kempis, dan pasti murahan.

Tiba-tiba saya jadi malu pada diri sendiri. Karena sejam sebelumnya, saat siap-siap berangkat bekerja, ternyata saya sibuk karena hal-hal yang remeh sekali.

1. Pakai baju apa ya? Mood-nya lagi pink, yang kemeja bermanset frills, atau yang baby doll berlengan puff, atau yang pink stripes?
2. Kalau atasannya pink, maka matching dengan celana panjang abu-abu. Yang editor pants, atau yang kemaren baru selesai dijahitkan?
3. Karena kemejanya pink dan celana panjangnya editor pants, maka kerudungnya pakai pink yang berbahan kaus dengan manik-manik batu, atau pink bersulam pita, atau pink polos lalu dipasangi bros sebagai aksen?
4. Brosnya yang mutiara air tawar, atau kupu-kupu berkristal Swarovski, atau multicolored stone?
5. Sepatunya open toes abu-abu (sewarna celana panjang), atau high heel boots (karena musim hujan), atau yang model bertali-tali (sehingga kalau kehujanan airnya nggak tertahan di dalam sepatu)? Yang jelas wedges putih kesayangan harus dilupakan karena jelek kalau kena becek.
6. Tasnya shoulder bag Elle (abu-abu juga nih), atau hand bag Guess (khan pink, biar matching sama baju), atau Marks & Spencer putih?

Sama malunya dengan bulan lalu curhat sama temen (sebelum pindah kerja ke kantor baru ini), "...sebel deh, HRD-nya keukeuh banget nego gaji sama gw..." dan dijawab, "Elo masih bisa nego ya Des? Gw mah masih digaji aja udah syukur. Dua plant udah stop operasi, tunjangan- tunjangan dihapus, bahkan level manager udah kena potongan 15%. Karyawan kontrak semuanya tidak dipekerjakan lagi, karyawan permanen harap-harap cemas akan di-PHK. Entah gimana gw bayar SPP semester depan dan cicilan KPR..."

Seandainya bisa memilih, temen saya juga pengen nego gaji. Tapi dia tidak punya pilihan, mencari pekerjaan di tempat lain juga sedang sulit karena resesi global ini. Terpaksa bertahan dengan seadanya sumber daya yang ada, berikhtiar sebaik mungkin, sambil berdoa semoga keadaan ekonomi nasional/global akan bertambah baik.

Mungkin laki-laki muda di depan saya tadi pagi juga tidak punya pilihan. Hanya itulah busana terbaik yang dia punya untuk dipakai berangkat bekerja. Mungkin pendidikannya yang rendah tidak memungkinkannya memilih pekerjaan yang berpenghasilan lebih besar, sehingga tidak cukup uangnya untuk berpenampilan lebih baik.

Saya selalu salut dengan laki-laki kekar yang mengusung seember minuman ke atas bis-bis seantero Jakarta, biasanya di terminal-terminal atau perempatan jalan. Tanpa lelah mereka membawa beberapa botol atau kaleng atau gelas minuman di dalam ember berisikan potongan-potongan es batu. Pastinya berat, dengan profit margin hanya sekitar Rp.20-30rb per hari.

Salut banget. Pilihan itu menunjukkan martabat sebagai laki-laki terhormat. Badan yang kekar dan tenaga yang kuat tidak digunakan untuk mencari nafkah dengan berbuat kejahatan yang pastinya lebih gampang mereka lakukan (dan pasti hasilnya jauh lebih banyak). Merampok, nodong, nyolong, dll khan bisa mendapatkan puluhan atau ratusan juta rupiah dalam sekali “kegiatan”?

Sama salutnya saya dengan laki-laki muda itu (then, for this whole day, I couldn’t take him out of my mind). Dia bekerja. Bukan seperti banyak laki-laki seumurnya yang (misalnya) masih manja kepada orang tua. Dibiayai untuk mendapatkan pendidikan yang mahal dan bergengsi, namun akhirnya malah berfoya-foya atau menghancurkan diri dengan narkoba.

Alhamdulillah, saya masih bisa memilih. Antara ke kantor naik busway, atau Patas AC 08, atau Patas AC 16, atau Patas AC 32. Tidak terbayang rasanya jadi rakyat Palestina, yang hanya bisa memilih: Mati mulia sebagai syahid di jalan jihad, atau…adakah pilihan lain buat mereka?

Ah…saya memang pengecut.

Monday, January 12, 2009

New Year, New Job!

Akhirnya saya kembali ke rutinitas sebagai karyawan kantoran mulai hari Senin, 12 Januari 2009 ini. P7 = pergi pagi pulang petang penghasilan pas-pasan...hehehehe...

It's my 8th employer. Perusahaan kedelapan tempat saya bekerja sejak lulus kuliah. Dari LSM Media Ramah Keluarga (MARKA), Noritake, Krone, Gunze, Maersk, Siemens, PLN Jasa Sertifikasi, akhirnya saya kembali ke dunia bisnis telekomunikasi. Sama sekali tidak asing, apalagi ternyata di kantor baru ini ada banyak juga karyawan ex-Siemens. Rasanya, sehari pertama tadi, saya bukanlah mulai bekerja di perusahaan baru, but just feel like I've been away for a while then I'm back.

Suasana kerja yang familiar, teknologi dan milestone yang sudah akrab di telinga, mata, dan ujung jari...senang sekali tidak perlu banyak beradaptasi untuk "pekerjaan baru" kali ini.

Berdasarkan pengalaman kerja sebelumnya, below things should be kept in my mind:
1. Jangan pernah menggunjingkan siapa pun di kantor.
2. Always take it professionally, never personally.
3. Manage by objectives instead of desires.
4. Focus, disturbance should be minimized.

Office politics is one thing that I will never want to get my self into from now on. Saya mesti lebih menggunakan otak daripada main perasaan. Saya harus menentukan tujuan jelas untuk segala yang dilakukan, tidak boleh lagi mengerjakan hal-hal "karena pengen aja". Dan tidak boleh lagi berapologetik atas kegagalan/keterlambatan dengan melemparkan kesalahan seolah-olah diakibatkan karena "gangguan" orang lain.

First impression lasts forever, I hope that mine was a good one.

Friday, January 09, 2009

"Telkomnet Instan" atau "IM2" atau "Telkom Flexi" atau "Telkom Speedy"?

Awal-awal punya koneksi internet di rumah, saya menggunakan fasilitas Telkomnet Instan. Mudah cara penyambungannya, tidak memerlukan perangkat tambahan pada PC/laptop selain kabel telepon biasa untuk menyambungkannya ke fixed line milik PT Telkom.

Biayanya cukup murah, hanya Rp.150 per menit (Rp.9,000 per jam). Paling asyik waktu beberapa waktu yang lalu ada promosi sehingga tarifnya hanya Rp.100 per menit (Rp.6,000 per jam) di hari Sabtu-Minggu.

Nggak enaknya, surat elektronik yang saya terima di alamat e-mail gratisan (yahoo dan gmail) jadinya tidak bisa dibaca secara offline. Memang ada program yang bisa diunduh sehingga memungkinkan penyimpanan di hard disk kita, seperti incredimail, tapi beberapa kali instalasi selalu bikin komputer saya jadi error nggak karuan sehingga harus un-install.

Karena dial up, kecepatan maksimal hanya 54,6 kbps. Lumayan sih kalau hanya untuk kirim/terima e-mail dan mengunjungi laman statis seperti Wikipedia. Tapi memang menyebalkan jika sedang ingin streaming di You Tube atau up/download file ke milis atau blog.

Dua tahun yang lalu, sejak April 2007, saya akhirnya berlangganan IM2. Pilihan yang tersedia adalah:
- Personal Dial Up ( Rp.2,820/jam + abonemen Rp. 25,000/bln )
- Paket Hemat 20 jam (Rp.55,000/bln)
- Paket Bronze 38 jam (Rp.100,000/bln)
- Paket Silver 71 jam (Rp.180,000/bln)

Berhubung saya tidak terlalu sering berinternet ria di rumah (khan bisa gratisan di kantor hehehehe...), maka saya hanya mengambil Paket Hemat 20 jam. Biaya koneksi Rp.55,000 + PPN 10% menjadi Rp.60,500 per bulan. Sepertinya murah, tetapi ternyata angka ini belum termasuk biaya sambungan telepon.

Jadilah tagihan telepon rumah saya membengkak. Misalkan saya menggunakan IM2 selama 20 jam (600 menit) dengan pulsa telepon Rp.250 per 3 menit (Rp.5,000 per jam), maka jumlahnya Rp.100,000 belum termasuk PPN dan biaya abonemen. Pada waktu puncak (8:00-15:00 WIB), pulsa teleponnya malah Rp.250 per 2 menit (Rp.7,500 per jam). Belum lagi perhitungan pulsa telepon Telkom menggunakan sistem pembulatan per pulsa. Misalnya, koneksi hanya 2 detik dan langsung disconnect akan ditagih Rp.250 (tidak ada bedanya dengan koneksi selama 2 menit 59 detik).

Dipikir-pikir, selama saya berlangganan IM2, paket 20 jam ini mungkin harus saya bayar lebih dari Rp.250,000 per bulan. Wah, Rp.12,500 per jam ya? Mahal banget...

Yang menarik, saya jadi punya alamat e-mail @indosat.net.id yang bisa didownload ke hard disk karena aksesnya melalui MS Outlook, bisa dibaca secara offline.

Kalau kebetulan sedang berada di wilayah cakupan hotspot IM2, userid saya juga bisa digunakan untuk langsung connect via wifi dengan biaya Rp.9,000 per jam yang hitungan pulsanya perdetik.

Sempat terpikir untuk membeli PCMCIA atau USB data card sejenisnya lalu berlangganan salah satu dari tiga pilihan paket 3G volume based yang tersedia:
- YOU! 1,2 GB (Rp.350,000/bln)
- PRO! 3 GB (Rp.625,000/bln)
- MAX! 5 GB (Rp.900,000/bln)

Dipikir lebih jauh, ngapain juga beli modem mahal-mahal gitu kalau sebenarnya saya lebih banyak internetan di rumah? Do I really want to be connected at remote areas? Lagian ternyata rumah saya di Kayumanis ternyata tidak termasuk network coverage 3G milik Indosat, maka kecepatan berinternet di laptop pun hanya akan maksimal 54,6 kbps seperti layaknya koneksi dial up.

Bulan Maret 2008, saya membeli ponsel CDMA, Nokia 6088. Handsetnya bisa berfungsi sebagai modem untuk koneksi internet dalam cakupan wilayah layanan telekomunikasi Telkom Flexi dengan menyambungkannya ke komputer menggunakan kabel data yang tersedia dalam paket pembelian.

Asyik juga, walaupun awalnya harus download perangkat lunaknya (Nokia PC Suite) dari www.nokia.co.id sehingga agak merepotkan.

Sebenarnya tarifnya cukup murah, jika menggunakan perhitungan time based yang berlaku bagi pelanggan Flexi Classy (pasca bayar). Sayangnya, saya hanya punya nomor Flexi Trendy (pra bayar) untuk nomor ponsel CDMA ini, jadilah yang berlaku tarif volume based, Rp.5 per kilobyte.

Koneksinya cukup cepat, mencapai 584 kbps (10 kali lipat kecepatan dial up), namun biayanya terkadang bikin shock. Saya pernah download sebuah file dari gmail, 5MB, lalu kaget karena pulsa Flexi saya langsung "hilang" Rp.25,000! Jadilah saya jarang sekali browsing/surfing menggunakan fasilitas yang satu ini.

Anyway, asyik juga kalau hanya sekedar buat chatting. Daripada beli modem nggak bisa dipakai nelpon, enakan beli ponsel CDMA begini yang bisa dipakai connect juga khan?

Pertengahan Februari 2009 yang lalu, saya mendapatkan pesan via SMS di ponsel CDMA saya: "Ingin koneksi internet hemat? Gunakan FlexiNET. Dial up ke #777, user: telkomnet@flexi-time, password: telkom. Tarif Rp.75/menit atau Rp.1/kb. Info: www.telkomflexi.com." Hmm...menarik juga buat dicoba.

 

Awal Januari 2009, saya mendapatkan perangkat modem ADSL untuk koneksi melalui jaringan Telkom Speedy. Mumpung lagi ada promosi, ditawarkan via telpon oleh sales engineer nya sejak pertengahan bulan sebelumnya, beli modem hanya Rp.50,000 dan gratis biaya registrasi/aktivasi.

Petugasnya datang ke rumah, membantu instalasi (setting IP) dan lain-lain, lalu saya pun bisa terkoneksi dengan kecepatan OK banget: 100 Mbps!

Paketnya saya ambil yang paling murah, Paket Cermat 15 jam = Rp.75,000 per bulan, tidak ada biaya lain (seperti biaya telpon seperti kalau menggunakan IM2), sementara ini hanya berlaku di beberapa wilayah saja. Berarti Rp.5,000/jam dong, cukup murah juga kelebihan pemakaiannya (Rp.75/menit = Rp.4,500/jam).

Awalnya saya merasa Speedy yang paling OK. Kecepatannya yang luar biasa memungkinkan saya menikmati video-video di You Tube. Download file juga asyik. Namun belakangan kualitas jaringannya buruk sekali. Sering gagal dalam proses koneksi, terutama di malam hari, sehingga saya sedang berpikir untuk tidak berlangganan lagi.

BTW kalau di warnet sekarang cuma Rp.3,000/jam lho...

Tuesday, January 06, 2009

Asyik Juga Punya FLAZZ

"Flazz, Inilah Bentuk Baru Uang Anda"...iklan di atas pasti cukup familiar bagi yang bekerja/tinggal di Jakarta karena gencarnya promosi di banyak lokasi strategis berupa outdoor giant banner.

Menurut website resmi BCA, Kartu Flazz adalah kartu prabayar multifungsi yang berbeda dengan kartu kredit dan kartu debit.

Bila otorisasi transaksi pembayaran kartu kredit dan debit dilakukan secara online di pusat data bank, otorisasi transaksi untuk kartu Flazz dilakukan langsung pada chip di kartu itu sendiri. Pengisian ulang saldo (top up) pun mudah, cukup membawa Kartu Paspor dan Kartu Flazz ke ATM Non-tunai BCA serta merchant-merchant berlogo Flazz Isi Ulang. Minimum top up Rp 100.000, dan saldo yang dapat tersimpan di kartu maksimum Rp 1 juta.

Keunggulannya bagi pemakai:
1. Cepat, karena transaksi pembayaran diselesaikan dalam hitungan detik dengan proses kerja contactless (tidak perlu digesek seperti kartu kredit, cukup diletakkan di mesin reader).
2. Mudah, karena tidak perlu menginput PIN.
3. Praktis, karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar, juga tidak perlu menyimpan uang receh lagi.
4. Murah, karena tanpa biaya transaksi.
Keuntungan lain, terhindar dari risiko kesalahan hitung dan uang palsu karena tidak terjadi transaksi tunai.

Kemudahan bagi merchant, tidak perlu sedia uang kembalian, mempercepat layanan karena tidak perlu mengecek keaslian uang dan menghitung uang saat transaksi, pula tidak perlu menyimpan uang dalam jumlah besar.

Sebenarnya sih sudah diluncurkan sejak tahun 2007 yang lalu, tapi saya sendiri baru memiliki kartu ini sejak 4 Desember 2008. Tadinya iseng saja, karena ditawari oleh Customer Service officer yang melayani saya pada saat penggantian buku tabungan di kantor BCA Cabang ITC Fatmawati. Kartu perdana harganya Rp.25.000, tidak akan ada biaya administrasi (atau iuran) seperti biasanya kartu debit tabungan maupun kartu kredit.

Semakin menarik karena tidak ada batasan nilai minimum untuk bertransaksi. Ekstrimnya, membeli wafer coklat senilai Rp.275 di Indomaret pun bisa dibayar dengan kartu ini. Lokasi-lokasi bisnis/perbelanjaan yang berfasilitas parkir dikelola oleh Sunparking juga menerima pembayaran dengan Flazz. Bisa juga digunakan untuk membeli BBM di SPBU Pertamina, dan beberapa merchant lain di bawah ini.

Kartu saya pertama kali dipakai untuk membayar makan siang di Es Teler 77, di Ambassador Mall, ternyata beneran dapet diskon 20% lho. Kali berikutnya ngopi di Bengawan Solo Coffee di area perpustakaan SAMSAT Daan Mogot pada waktu memperpanjang SIM, juga mendapat diskon 20%. Tadi siang, sewaktu mampir di McD di Mall Arion Rawamangun, memesan paket gourmet wrap saya mendapat gratis McFlurry. Lumayan juga nih program-program promosinya.

Memang praktis kok, terutama kalau sedang berbelanja mengajak Alif yang seringkali ribet harus tanda tangan slip atau pencet pin jika pembayarannya non-tunai, atau bertransaksi dengan lembaran-lembaran uang kertas dan kepingan-kepingan uang logam jika membayar tunai. Yang jelas, meniadakan bete sama kasir kalau diberi kembalian permen dengan alasan "tidak ada uang kecil".

Cuma ya gitu deh resikonya, kartu ini bagaikan selembar uang plastik yang kita bisa tentukan sendiri nilainya. Kalau tercecer atau dicopet dll, tidak bisa diblokir.

Anyway, asyik juga kok. Cobain deh...(sementara baru tersedia di Jakarta).